Langsung ke konten utama

Fahutan Jaya


Makalah Sosiologi Kehutanan                                                                              Medan, 13 Oktober  2019
ASPEK-ASPEK SOSIOLOGI MASYARAKAT
SUKU BADUY

Dosen Penanggung Jawab:
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si
Oleh :
Afriza Suzaili Berutu
171201027
Konservasi Sumberdaya Hutan 5
                                                                                     













PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019









BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak deskripsi yang dituliskan oleh para pakar mengenai pengertian masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”. Masyarakat adalah sekumpulan manusia saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi” (Koentjaraningrat, 2009: 116). Menurut Phil Astrid S. Susanto (1999: 6), masyarakat atau society merupakan manusia sebagai satuan sosial dan suatu keteraturan yang ditemukan secara berulangulang, sedangkan menurut Dannerius Sinaga (1988: 143), masyarakat merupakan orang yang menempati suatu wilayah baik langsung maupun tidak langsung saling berhubungan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan, terkait sebagai satuan sosial melalui perasaan solidaritas karena latar belakang sejarah, politik ataupun kebudayaan yang sama.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dimaknai bahwa masyarakat merupakan kesatuan atau kelompok yang mempunyai hubungan serta beberapa kesamaan seperti sikap, tradisi, perasaan dan budaya yang membentuk suatu keteraturan.
            Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang masih terikat dengan kebiasaan atau adat-istiadat yang telah turun-temurun. Keterikatan tersebut menjadikan masyarakat mudah curiga terhadap hal baru yang menuntut sikap rasional, sehingga sikap masyarakat tradisional kurang kritis (Dannerius Sinaga, 1988: 152). Menurut Rentelu, Pollis dan Shcaw yang dikutip dalam (P. J Bouman. 1980: 53) masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang statis tidak ada perubahan dan dinamika yang timbul dalam kehidupan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang melangsungkan kehidupannya berdasar pada patokan kebiasaan adat-istiadat yang ada di dalam lingkungannya. Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya, sehingga kehidupan masyarakat tradisional cenderung statis.
Asal usul orang Baduy dari Banten menyebutkan bahwa kedatangan Sultan Hasanudin di Banten membuat Prabu Pucuk Umum sebagai Sinopati di Banten pada saat itu semakin terdesak. Akibat keterdesakan itu, Prabu Pucuk Umun bersama para punggawa dan prajurutnya meninggalkan takhta di Banten, dan memasuki hutan belantara menyelusuri sungai Ciujung sampai ke hulu sungai. Tempat penelusuran ini mereka sebut Lembur Singkur Mandala Singkah, artinya tempat yang sunyi untuk meninggalkan perang. Sampai saat ini tempat tersebut sangat dikeramatkan yang diberi nama GOA/Panembahan Arca Domas. Keturunan Prabu Pucuk tinggal menetap di tempat tersebut yang sekarang dikenal sebagai kampung Cikeusik, Baduy Dalam . Asal usul orang Baduy dari suku campuran menyebutkan bahwa pada waktu itu ada sekelompok orang yang melanggar adat yang berasal dari daerah Sumedang, Priangan, Bogor, Cirebon, dan Banten. Karena melanggar adat, mereka dibuang ke daerah tertentu. Beberapa orang dari mereka kabur ke beberapa daerah perkampungan dan ada juga yang kabur ke hutan belantara. Sisanya terpencar menelusuri sungai Ciberang, Ciujung, dan sungai Cisimeut yang masing-masing menuju ke hulu sungai. Akhirnya, golongan inilah yang menetap di 27 perkampungan Baduy Luar, desa Kanekes kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana interaksi sosial suku Baduy ?
2. Bagaimana kelompok sosial suku Baduy ?
3. Bagaimana norma-norma yang ada di suku Baduy ?
4. Bagaimana pranata atau kelembagaan sosial suku Baduy ?
5. Bagaimana struktur sosial masyarakat suku Baduy ?
6. Bagaimana perubahan sosial masyarakat suku Baduy ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui interaksi sosial suku Baduy.
2. Untuk mengetahui kelompok sosial suku Baduy.
3. Untuk mengetahui norma-norma yang ada di suku Baduy.
4.Untuk mengetahui pranata atau kelembagaan sosial suku Baduy.
5. Untuk mengetahui struktur sosial masyarakat suku Baduy.
6. Untuk mengetahui perubahan sosial masyarakat suku Baduy.


 BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Interaksi Sosial
            Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu maupun kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial terwujud dalam aksi dan reaksi. Adapun interaksi sosial menurut para ahli yaitu:
Soerjono Soekanto :
Interaksi sosial yaitu hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara orang dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Kimball Young :
Interaksi sosial merupakanhubungan sosial yang dinamis antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.klik disini
          
2.1.1 Interaksi Sosial Antar Anggota Suku Baduy
Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “puun”. Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah “puun” yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
Didalam Suku Baduy terbadi atas dua, Baduy Luar  dan Baduy Dalam, Baduy Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy Luar. Pada dasarnya, peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu hampir sama, tetapi baduy luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.
Sedangkan Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan Suku Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Mereka terlihat menjaga adat istiadat mereka, mulai dari cara berpakaian masih menggunakan pakaian putih.
Interaksi mereka dapat dilihat saat adanya panen, mereka bersama – sama. Bahkan hasil panen hanya untuk dikonsumsi oleh masyarakat suku baduy dalam itu sendiri. Dan mereka melakukannya dengan cara barter.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima. Dan itupun hanya yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut dan tidak termasuk Suku Baduy Luar.
Dilihat dari sini bahwa dalam suku baduy tidak ada interaksi dalam hal Suku Baduy Dalam dengan Suku Baduy Luar. Tetapi didalam anggota Suku masing – masing dapat ditemuakn interaksi sosial.
           
2.1.2 Interaksi Sosial Suku Baduy Dengan Masyarakat Luar
Suku Baduy tebagi atas dua kelompok, Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar, dalam Suku Baduy Dalam mereka memegang teguh adat istiadat. Teknologi, budaya, dan masyarakat luar tidak dapat masuk ke dalam Suku Baduy Dalam, sehingga dalam Suku Baduy Dalam tidak adanya interaksi dengan masyarakat.
Sedangkan, Suku Baduy Luar mereka tidak  lagi menjaga adat istiadat .  Mereka menerima perubahan yang masuk kedalam suku mereka. Seperti, tekonologi, budaya, dan masyarakat luar. Sehingga memungkinkan Suku Baduy Luar Berinteraksi dengan Masyrakat diluar suku.
Ada sebagian anggota Suku Baduy luar matapencahariannya diluar wilayah Suku Baduy, mereka menggantungkan nasib mereka dari masyarakat sekitar. Mulai dari bekerja, berinterkasi, dan komunikasi.
Selain itu, mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan / pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki.
Dalam hal interaksi Suku Baduy dengan masyarakat luar ditemukan di  Suku Baduy Luar, mereka menerima masyarakat luar untuk berinteraksi. Sedangkan, pada Suku Baduy Dalam tidak ada interaksi dengan masyarakat luar, ini disebabkan Suku Baduy Dalam menolak segala berhubungan dengan teknologi, budaya, dan interaksi dari masyarakat diluar Suku Baduy Dalam. Klik disini

2.2 Kelompok Sosial
            Kelompok sosial adalah kumpulan manusia yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat. Kelompok juga dapat memengaruhi perilaku para anggotanya.
Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy
Dalam ada tiga kampung yaitu Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Baduy Dalam dilarang menggunakan alat elektronik (teknologi) seperti telepon seluler, radio, televisi, dan sebagainya. Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri. Baduy
Luar adalah orang yang tinggal di kampung-kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam. Nama-nama Kampung tersebut antara lain Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu,dan lain-lain. Orang Baduy Luar dikeluarkan dari Baduy Dalam karena telah melanggar adat istiadat mereka atau mereka sendiri yang ingin keluar dari Baduy Dalam. Baduy Luar telah mengenal
teknologi seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk
setiap warga Baduy, termasuk warga Baduy Luar.
          

Hasil gambar untuk suku baduy dalam
Masyarakat Baduy Dalam
Sumber foto : Klik disini

Hasil gambar untuk suku baduy luar
 Masyarakat Baduy Luar
Sumber foto : Klik disini
 
2.3 Norma
           Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan tertentu dengan disertai sanksi. Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan diterima apabila norma tidak dilakukan. Dalam kehidupan umat manusia terdapat bermacam-macam norma, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma hukum dan lain-lain. 
           
             Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Sebagian peraturan yang dianut oleh Suku Baduy Dalam antara lain:
  • Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi  
  • Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki  
  • Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu’un atau ketua adat masyarakat Baduy) 
  • Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)  
  • Tidak menggunakan kain/baju yang dijahit oleh mesin, berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Danasasmita dan Djatisunda (1986) menjelaskan bahwa Buyut dalam kehidupan mereka terbagi menjadi 3 yaitu: 
Tabu untuk melindungi kemurnian sukma adalah perlindungan terhadap roh/jiwa, karena sukma adalah roh manusia yang diturunkan ke alam dunia dalam keadaan bersih dan suci. Jika orang baduy sebagai pemilik sukma meninggal maka sukma yang kembali ke tempat asal harus tetap bersih dan suci. 
Tabu untuk melindungi kemurnian mandala adalah penghormatan orang Baduy terhadap Desa Kanekes karena dianggap inti jagat (pusat alam semesta) sebagai tempat diturunkannya Nabi Adam ke dunia. Desa Kanekes harus dijaga kemurniannya melalui larangan agar tak sembarang orang memasukinya. Kanekes sebagai mandala memiliki tingkat kesucian berbeda, seperti Tanah Sasaka, Tanah Tangtu dan Tanah Huma.
Tabu untuk melindungi kemurnian tradisi merupakan perlindungan kebiasaan yang ditetapkan dan diturunkan atas kandungan nilai kehidupan yang terbukti telah menyelamatkan perjalanan hidup mereka. Keberadaan tradisi sebagai titipan karuhun (leluhur) tetap dipelihara dan dianut seperti sekarang. Penanaman nilai-nilai kehidupan termasuk pikukuh dilakukan dengan jalan memperkenalkan hal itu kepada anak. Orang tua wajib memberitahu Buyut pada anaknya sejak ia mengenal lingkungan, agar tidak disalahkan kokolot.
Pikukuh karuhun harus ditaati oleh masyarakat Baduy dan masyarakat luar yang sedang berkunjung ke Baduy. Ketentuan-ketentuan itu di antaranya sebagai berikut  :

  • Dilarang mengubah jalan air, misalnya membuat kolam ikan, mengatur drainase, dan membuat irigasi. Oleh karena itu, sistem pertanian padinya adalah padi ladang. Pertanian padi sawah dilarang di komunitas Baduy.  
  • Dilarang mengubah bentuk tanah, misalnya menggali tanah untuk membuat sumur, meratakan tanah untuk permukiman, dan mencangkul tanah untuk pertanian.  
  • Dilarang masuk hutan titipan (leuweung titipan) untuk menebang pohon, membuka ladang, atau mengambil hasil hutan. Masyarakat Baduy membagi tata guna lahannya menjadi kawasan larangan, kawasan perlindungan, dan kawasan budidaya. Kawasan larangan dan perlindungan tidak dapat dialihfungsikan untuk kegiatan apapun.  
  • Dilarang menggunakan teknologi kimia, misalnya menggunakan pupuk, obat pemberantas hama, mandi menggunakan sabun, pasta gigi, mencuci menggunakan detergent, atau meracun ikan. 
  • Dilarang menanam tanaman budi daya perkebunan, seperti kopi, kakao, cengkeh, kelapa sawit.  
  • Dilarang memelihara binatang ternak berkaki empat, seperti sapi, kambing, kerbau.  
  • Dilarang berladang sembarangan. Berladang harus sesuai dengan ketentuan adat.  
  • Dilarang menggunakan sembarang pakaian. Ditentukan adanya keseragaman dalam berpakaian. Baduy Dalam berpakaian putih-putih dengan ikat kepala putih, Baduy Luar berpakaian hitam atau biru gelap dengan ikat kepala hitam atau biru gelap.  

2.4 Pranata atau Kelembagaan Sosial
  

         Dalam sistem pemerintahan yang ada di masyarakat Baduy, Pu’un atau kepala adat memiliki kedudukan teratas. Pu’un pada masyarakat Baduy berada di kampung Cikeusik, Cikertawana, dan kemudian Cibeo. Ketiga kampung tersebut sebenarnya terdapat Pu’un tertua yang berada di kampung Cikeusik, kemudian yang berada di Cikertawana, dan Pu’un termuda yang berada di kampung Cibeo. Setelah disepakati oleh ketiga Pu’un tersebut, diturunkan lah suaranya kepada Jaro atau Kepala Desa yang ada di kampung Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo, yang kemudian disosialisasikan kepada masyarakat dikampungnya masing-masing, sebelum diturunkan kepada Jaro Pamarentah atau Kepala Desa Baduy Luar yang berada di desa Kanekes. Setelah Jaro Pamarentah menerima mandat serta aspirasi yang diturunkan dari Pu’un, kemudian disosialisasikan lebih lanjut kepada masyarakat Baduy dan sekitarnya. Jaro Pamarentah ini juga yang mengurusi atau menyampaikan segala sesuatu kepentingan masyarakat Baduy kepada Instansi Pemerintah, Aparat Penegak Hukum dan juga pengunjung yang memasuki wilayah Baduy. 

2.5 Struktur Sosial
      Struktur sosial ini berasal dari kata “structum” yang memiliki arti menyusun.Secara Umum Struktur sosial ini ialah tatanan atau juga susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial di dalam kehidupan masyarakat, yang mana didalamnya terdapat hubungan timbal balik. Dilihat dari struktur sosial pemerintahan adat suku Baduy, maka kedudukan puun sudah jelas yaitu sebagai pemimpin tertinggi adat di Baduy. Jaro tangtu adalah wakil puun yang memiliki mandat untuk melaksanakan roda pemerintahan dan segala amanat hukum adat dengan kedudukannya adalah sebagai tangan kanan puun. Jaro warega adalah khusus sebutan untuk mengurus dangka kamancing yang sekarang dipindahkan ke kampong Cipondoh Baduy dan dangka ini dipandang sebagai pusatnya jaro tujuh. Jaro Dangka, istilah dangka digunakan oleh masyarakat  baduy tentang pembagian wilayah .  Jaro Pamarentah bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat dengan pemerintah Nasional, yang tugasnya dibantu oleh "Pangiwa", "Carik", "Kokolot Lembut" atau "Tetua kampung". Tangkesan adalah salah satu pemangku adat Baduy yang berasal dari warga Baduy Luar berkedudukan di kampong Cicatang. Baresan  membantu seputar kebutuhan adat untuk kepentingan umum. Girang Seurat  memiliki tugas khusus yang spesifik yaitu sebagai pendahulu dalam menentukan waktu pelaksanaan acara ngaseuk huma serang (huma gotong royong seluruh masyarakat Baduy).

2.6 Perubahan Sosial

    Masyarakat Baduy awal ditemukan oleh para peneliti dari Belanda ini adalah sekumpulan masyarakat yang cukup tertutup oleh orang asing di luar Baduy. Namun, saat ini  Baduy telah terkenal sebagai destinasi wisata budaya di Indonesia, sehingga membuat interaksi antara orang-orang Baduy menjadi dinamis. Akibat dari interaksi ini akan ada dampak yang cukup signifikan terhadap masyarakat Baduy, salah satunya adalah tata cara berpakaian. Berikut adalah perubahan-perubahan  tata cara berpakaian orang Baduy atau Urang Kanekes yaitu :
2.6.1 Baduy Luar
       Masyarakat Baduy Luar adalah salah satu yang mengalami perubahan sosial yang cukup cepat karena pada dasarnya di wilayah ini mempunyai aturan adat yang cukup longgar dibandingkan Baduy Dalam. Untuk cara berpakaian sendiri di masa awal, orang Baduy Luar memakai pakaian khas, yaitu dengan pakaian serba hitam dan ikan kepala berwarna biru. Namun, saat ini mereka sudah memakai pakaian seperti orang di luar Baduy pada umumnya dan orang Baduy luar sudah terbiasa memakai alas kaki.
2.6.2 Baduy Dalam
        Pada masyarakat Baduy Dalam masih menerapkan sistem adat yang cukup ketat dan harus dipatuhi oleh semua masyarakatnya. Untuk aturan tata cara berpakaian, masyarakat Baduy Dalam diwajibkan memakai baju dengan ciri khas warna putih alam dan ikat kepala warna putih.


 BAB III
KESIMPULAN

  1. Interaksi sosial akan berlangsung di dalam setiap kelompok individu, manakala ada komunikasi antar individu tersebut. Interaksi adalah suatu kondisi yang menunjukkan adanya timbal balik atau adanya aksi dan reaksi. Sedangkan sosial adalah kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antar individu dalam tatanan hidup bermasyarakat. 
  2. Kelompok sosial adalah kumpulan manusia yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat. Kelompok juga dapat memengaruhi perilaku para anggotanya.
  3. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai sanksi. 
  4. Suku Baduy terbagi atas dua, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar dapat dibedakan dengan cara berpakaian dan interaksi sosialnya.
  5. Struktur sosial masyarakat Baduy memiliki  Jaro tujuh yang memiliki tugas dan wewenangnya masing-masing.
 
 DAFTAR PUSTAKA
Ika




Ngamanken, Stephanus. 2013. Fenomena Ketelantaran Suku Baduy di Pulau Jawa. Jurnal Humaniora 4(2) : 1064 – 1073.

Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi (Suatu Pengantar). Jakarta: Rajawali Press.

Zid, M. Ode,S. Hardi,. dkk. 2010. Interaksi Dan Perubahan Sosial Masyarakat Baduy Di Era Modern. Jurnal Unj 2(2) : 14 - 24.




Komentar

Posting Komentar